Game RPG memang punya reputasi sebagai genre yang butuh kesabaran tingkat dewa. Tapi ada beberapa RPG yang slow pacing-nya udah level extreme sampai bikin frustasi! Meskipun punya story yang epic dan gameplay yang seru, tapi rhythm-nya bikin kita ngantuk dan males lanjutin. Nah, artikel ini bakal expose 5 game RPG yang paling contradictory – seru tapi lambat banget!
Divinity: Original Sin 2 – Game Turn-Based yang Bikin Ngantuk
Divinity: Original Sin 2 adalah salah satu RPG terbaik yang pernah dibuat, tapi holy shit pacing-nya bikin mata ngantuk! Turn-based combat system-nya memang strategic banget, tapi satu encounter aja bisa makan waktu 30 menit lebih. Bayangin kalau lagi fight sama 8 enemy sekaligus – tunggu giliran doang udah bikin bosan setengah mati.
Yang bikin makin lambat adalah AI thinking time yang lama banget. Musuh mikir strategy mereka kayak lagi ujian skripsi, padahal cuma mau gerak 2 langkah doang. Belum lagi kalau main multiplayer, nunggu temen mikir bisa bikin kita scroll Instagram sampe bosen.
Dialog system-nya juga extensive banget. Satu NPC bisa ngomong panjang lebar kayak ceramah, dan kita harus baca semua buat understand context. Skip dialog juga risiko karena bisa miss important quest information atau story details yang crucial.
Persona 5 Royal – Game School Life Simulator Terlama
Persona 5 Royal punya story yang absolutely amazing dan style yang iconic banget. Tapi bro, game ini slow burn-nya level maximum! Daily life simulation-nya detail banget sampai kita harus ngatur schedule karakter kayak life coach beneran.
Satu in-game day bisa makan waktu 2-3 jam real time kalau kita explore semua activities yang available. Social link conversations panjang banget, dan kalau skip bisa rugi karena miss character development yang penting. Palace exploration juga methodical banget, nggak bisa rush karena puzzle dan enemy placement yang strategic.
Yang paling bikin lambat adalah tutorial phase yang super panjang. 10 jam pertama masih ngajarin basic mechanics, sementara story baru mulai interesting pas udah 20+ jam. Buat gamers yang biasa instant gratification, ini torture banget!
The Witcher 3 – Game Open World dengan Pacing Masalah
The Witcher 3 adalah masterpiece yang nggak bisa dibantah, tapi pacing issue-nya bikin banyak player frustrated. Main quest yang epic sering terdistract sama side quest yang abundance banget. Akibatnya, story momentum jadi broken dan feel-nya jadi scattered.
Travel time antar location juga massive, even dengan fast travel. Horse riding animation yang realistic memang immersive, tapi kalau udah puluhan kali jadi repetitive dan time-consuming. Loading screen yang frequent juga break immersion, especially di console generation lama.
Inventory management di game ini juga nightmare banget. Sorting equipment, upgrading gear, dan managing resources bisa makan waktu berjam-jam. Witcher contracts yang supposed to be side content malah lebih engaging dari beberapa main quest, bikin kita lost focus dari main storyline.
Yakuza: Like a Dragon – Game JRPG dengan Grinding Excessive
Yakuza: Like a Dragon revolutionize franchise dengan turn-based combat, tapi level grinding-nya absolutely insane! Difficulty spike yang sudden bikin kita harus farming EXP berjam-jam sebelum bisa lanjut main story. Job system yang complex juga butuh time investment yang massive.
Mini-game abundance yang jadi trademark Yakuza malah jadi distraction yang counter-productive. Karaoke, arcade games, restaurant management – semuanya fun tapi bikin main quest jadi terlupakan. Story pacing jadi inconsistent karena kita tergoda explore semua side activities yang available.
Combat animation juga panjang banget dan nggak bisa di-skip. Summon attacks yang spectacular memang cool, tapi setelah lihat puluhan kali jadi boring dan time-wasting. Random encounter rate juga tinggi banget, bikin simple navigation jadi tedious.
Final Fantasy XIII – Game Linear dengan Cutscene Marathon
Final Fantasy XIII controversial banget karena linear design-nya, tapi yang bikin lebih parah adalah cutscene to gameplay ratio yang imbalanced. 30 menit gameplay, 45 menit cutscene – ini bukan game lagi, ini interactive movie! Story exposition yang heavy-handed bikin pacing jadi drag banget.
Battle system yang automated juga bikin engagement level rendah. Paradigm shift mechanic memang strategic, tapi execution-nya mostly watching AI characters fight while kita cuma switch roles occasionally. Boss battle yang supposed to be climactic malah jadi button-mashing fest yang mindless.
World exploration yang restrictive juga frustrasi banget. Corridor design yang linear bikin sense of adventure hilang total. Player agency yang minimal bikin game terasa kayak guided tour instead of interactive experience yang engaging.
Mengapa Game RPG Lambat Tetap Punya Fanbase Loyal?
Meskipun pacing-nya bikin frustasi, game-game ini tetep punya dedicated fanbase yang massive. Slow burn approach memang nggak cocok buat semua orang, tapi buat yang appreciate deep storytelling dan complex mechanics, patience investment-nya worth it banget.
Character development yang gradual dan world-building yang extensive cuma bisa achieved dengan slow pacing. Instant gratification memang satisfying, tapi emotional attachment yang deep butuh time investment yang significant. Quality over quantity philosophy yang jadi backbone genre RPG.
Plus, di era gaming yang serba fast-paced, slow RPG jadi counterbalance yang therapeutic. Mindful gaming experience yang encourage patience dan appreciation buat detail bisa jadi stress relief yang effective.
Jadi, mana nih yang pernah kamu coba tapi nggak kuat sama pacing-nya? Atau kamu termasuk yang patient enough buat appreciate slow burn RPGs? Share experience kamu di comment section dan let’s discuss!
